Welding Schooll dan Actual Ilmu Pengetahuan dari Welding Inspector
PROLOG
Saya tidak memilih ditempatkan dibagian mana saya akan
bekerja. Saya mengikuti perintah yang diperintahkan. Kesana oke, kesini oke. Akhirnya
saya benar-benar merasakan betapa saya mendapatkan pengetahuan yang banyak ketika
saya stand-by di welding school. Pada mulanya, welder test terkesan dianggap biasa
saja, saya meniru gaya awal orang sebelum saya, yang mana orang yang menjaga
bisa merangkap dengan pekerjaan lainnya. Hasilnya, saya mengikuti gayanya. Dan saya
menyadari alasan kenapa orang sebelum saya bersikap seperti itu. Saya mengerti pola
itu, yakni suatu sikap yang pada akhirnya membuat ia seperti itu—entah mulai
dari pihak atasan inspector atau dari pihak penyelenggara welding school. Sehingga
ia bisa menuju ke yard lain untuk mengerjakan yang lain. Minimalnya, saya
mengerti alasan itu.
hari-hari dimana saya bekerja berinteraksi dengan test welder |
Suatu ketika, ketika ada meeting dengan atasan—saya waktu
itu belum benar-benar mengerti perihal sesuatu yang terjadi sesungguhnya;
namun ketika disebutkan kalimat ini: kita banyak repairnya—dan dikatakan kualitasnya
tidak baik, khususnya skillnya. Saat itu hawa saya mendidih. Saya merasa tersetrum pikirannya. Terlebih
lagi, disebutkan juga bahwa kualitas weldernya yang buruk. Sering saya
mendengar itu, bahwa skill weldernya yang buruk.
Saya mendidih karena saya sudah sekitar dua hari menjaga
orang tes welder. Saya melihat proses dan hasil mereka. Saya katakan, “hasil
mereka yang terpilih adalah yang baik dari sepersekian orang yang gagal.” Sekali
pun saya belum pernah bergulat langsung pada oil and gas, tapi hari-hari saya
adalah mengambil foto hasil orang welder untuk pembuatan report yang saya
kerjakan.
Pengelasan proses SWAM 4 G untuk Top Plate at Hatch Cover Ship |
Single Socket thicknes 10 mm, butt weld bevel v |
Saya mengamati orang-orang welder. Saya menolak
welder-welder yang tidak baik. Saya mengerti mana welder yang baik, mana welder
yang buruk. Report saya sebelum itu selalu mencari hasil yang baik. Tidak hanya
bentuknya, melainkan sambungan. Pendek kata, saya bisa menilai mana welder yang
bagus, mana welder yang buruk. Saya bisa menilai mana yang biasa memegang stang
las, mana yang tidak. Saya bisa membendakan itu. Tapi tentu saja, belum sedetail
itu. Belum seteliti itu.
Dan kesimpulannya, sejak beberapa hari menjaga welder tes,
saya merasa tidak terima kalau yang disampaikan adalah kita kurang skill welder.
Batin saya tidak menerima itu. Tapi setengahnya lagi, saya mungkin menerima
itu, karena saya tidak mengetahui kebenaran apakah mereka yang benar-benar test
atau mereka bermain cheating atau joki. Tapi pada pointnya, saya tidak merasa
menerima kalau yang sudah Qualifed dikatakan tidak berskil: ini pada akhirnya
bagaimana Upaya personal inspector welding memberi arahan sejenak kepada pada welder.
Karena dari itu, saya mulai sedikit demi sedikit membuat peraturan
di welding scholl. Sedikit demi sedikit saya mengamati dan benar-benar
mencermati welding scholl. Ternyata benar, kadang ditemukan ketidak baikan
dalam proses perweldingan. Kadang dijumpai joki-joki welding. Nanti akan saya
urai lebih jauh.
Belajar dari Class
Saya belum pernah menjumpai atau berhadap langsung dengan
class—yakni orang yang akan menyetujui welder itu diterima atau ditolak. Material-material
yang ada, hasil weldinganya, awalnya saya minim komentar, kecuali yang memang
benar-benar buruk dan jelas buruk, seperti root yang komplit, seperti undercut
yang terlalu, dan lain-lain yang tentu saja buruk. Sudah begitu saja. Dari
class itu, pertanyaan-pertanyaan yang datang ke saya, menjadikan saya, perlahan
semakin harus jeli dan teliti, seperti:
“Di lapangan banyak repair, kita harus memperketat,” katanya.
“Sudah tidak ada toleran kepada mereka,” katanya. “apakah
seperti ini, sebagai inspector, kamu acc kan?” tanyanya. “apakah seperti ini tidak
merepotkanmu dilapangan?” katanya lagi.
“Lihatlah proses ini, apakah proses ini dibenarkan?”
tanyanya.
“Berapa rootmu?” tanyanya.
“Berapa maksimal untuk 6 G?” tanyanya.
“Welder buruk itu, tidakkah merepotkanmu di lapangan?”
tanyanya.
“Apakah kamu memonitoring mereka?” tanyanya.
“Tidak. Harus disini untuk project kita. Disana, siapa yang
monitor?” tanyanya.
“Berapa jarak ringmu untuk 6 Gr?” tanyanya.
Saya banyak belajar darinya. Belajar ketika dia datang. Karena
saya selalu menyambut dia datang di tempat welding school. Diantara para QC, hanya
sayalah yang paling dekat dengannya, sayalah yang berinteraksi, walau pun
interaksi kecil-kecilan. Karena ia, sejauh ini, minim bercakap-cakap, minim
berkata, dan saya mengikuti apa yang dia katakan. Saya hampir selalu menindak
lanjuti apa yang ditanyakan dan ia perintah. Seperti memonitoring, dan mengecek
kemiringan dan posisi mereka, seperti memberikan fail mereka yang layak di
failkan. Dan saya karena saking terbiasanya—hampir dikatakan begitu; karena kebetulan
secara beruntun, hampir ia sering datang—saya denganya, perlahan saya semakin
mengikuti gayanya. Suatu contoh, ketika saya dihadapkan pada project yang lain
dan saya harus menilai; maka ces, bagiku ini tidak masuk, tidak layak. Sekali pun
begitu, saya pun konsultasi dengan mandor petugas WQT selaku tuan rumah yang
biasa mengurusi orang-orang welder itu. Saya meminta pertimbangan, seperti kata
instruktur utama saya itu.
Namun, pada akhirnya saya menyadari, saya hanya meminta
pertimbangan, keputusan utama hanya pada saya. Saya tidak mau dinego oleh siapa
pun kecuali kebijakan saya sendiri. Saya tidak mau kalah bahkan dengan
supervisor welding engginer—sekali pun ia punya paint yang sama dengannku, tapi
tidak, kalau saya tolak, tetap saja saya tolak. Saya adalah pemberi keputusan
itu. Karena nantinya, itu akan berinteraksi dengan teman-teman saya, bukan
welding engginer.
Karena saya “banyak” interaksi, minimalnya saya yang dekat
dengan class, walau hanya menemani ia mencoret-coret, saya banyak belajar ia
mengambil keputusan dan saya mengikuti gayanya. Sampai-sampai, di container,
ketika saya datang, teman saya meledek, memanggilku class, karena memang ketika
berbicara santai, saling cerita, ceritaku mentok di class dan welding scholl. Itulah
yang saya punya, saya pun punya masalah, tidak dia saja. Tidak mereka. Setiap kita
punya masalah, saya juga.
Ketika banyak yang fail, saya pun tidak gembira. Karena production
terhambat. Kalau banyak acc, tentu saya senang. Belum lagi, kalau Class datang,
kalau cek lokasi, seringkali komen. Dari komen-koment itulah menjadikan saya
mempunyai aturan-aturan di welding school.
Aturan-aturan di Welding Schooll
Awalnya kami tidak mempunyai aturan main yang jelas. Tak ada.
Saya sekedar mengikuti. Saya turut partisipasi. Lebih-lebih status di ITP
(inspection test plan) sebagai patrol atau monitoring unschudle. Lama-lama,
setelah koment-koment itu, setelah hasil-hasil tes yang tidak memuaskan,
perlahan saya mulai belajar membuat aturan. Dari sinilah, dikemudian hari, kata
teman yang lain, saya disebut kepala sekolah. Hahaha memang benarlah, karena
hari-hari di welding school dan membicarakan perihal welding scholl. Satu persatu
mendadani aturan main. Karna saya berbica, gaung pun menyambut, satu dua orang
yang pernah menjaga welding scholl pun memberi arahan, saya suka, saya turuti,
termasuk pemberian tanda pada take weld dan meminta id card, selain itu cek
root. Nah, sejak cek root itulah saya semakin sibuk di welding scholl, apalagi
kalau tiga tempat, saya ke sana kemari, seakan tak ada waktu untuk istirahat,
benar. Tak ada waktu untuk istirahat. Cek sana, cek sini. Dipanggil sana,
dipanggil sini. Saya terima itu. Saya senang. Saya gembira, walau sibuk juga
sih, terlalu sibuk.
Saya mulai menyadari waktu dimana orang-orang itu akan
membantu atau joki. Yakni saat root dan saat dia caping, itu adalah waktu yang
fital untuk dibantu. Saya pun mengusir orang-orang yang memang tidak punya
kepentingan. Disinilah, saya akan Nampak tegas dan agak galak; sebab disini memang
emosional, hati saya seringkali terkesan kejam dan berhati-hati kalau berucap,
saya akan menego seperti ini:
“Kalau seperti ini, tidak bisa melanjutkan..”
“Sebaiknya capingamu harus bagus.”
“Saya akan merejeckan orang-orang yang dibantu.”
“saya menolak mereka yang melepas tanpa sepengetahuan
mandor.”
Minimal sayalah seakan yang memiliki welding school, bukan
memiliki, namun yang bertanggung jawab pada jalannya welding school, para engginer
itu sekedar memiliki tempat, pelaksanaan adalah milik saya, mereka tidak bisa interupsi
kepadaku. Oke sebelum mulai, para anggota test itu adlaah wewenang mereka, namun
ketika tes, mereka adalah wewenang saya.
Ilmu-ilmu itu adalah ilmu-ilmu pokok
Setelah saya konsen di welding school dan melihat hasil lapangan,
saya menggeleng, mengapa weldingan seperti ini? Mengapa seburuk ini? Tidak. Dilapangan
tidak bisa menjadikan patok untuk pengetahuan. Hasil dilapangan tidak bisa
menjadi patok. Memang alangkah baiknya, di lapangan, saat sebelum welding
adanya brefing soal pelaksaan welding, tujuannya agar mengingatkan kualitas
mereka. Sebagaimana yang kerap saya utaran di welding sholl, hasilnya bagus, tinggi
caping mencapai apa yang saya mau, maksimal 3 mm, sedikit saja yang lebih, tapi
keumumannya mencapai target saya, 3 mm.
Dan ketika saya cermati soal-soal 3.1 disaat itulah saya
menyadari betapa berharganya saya berada di welding school, betapa termantapkannya
saya di sana. Saya senang di sana.
Menceramahi tentu saja perihal sesuatu yang berkaitan dengan
tes dan WPS yang dikemas dengan mudah dan diterima, point-pointnya saja. Menceramahi
itulah dasarnya ilmu-ilmu itu, kita akan membicarakan defect yang sempurna;
komplit, apalagi kalau ada yang bertanya tentang defect-defectnya, akan dijawab
dengan sempurna pula.
Saya beruntung berada di welding scholl, yang sesekali cek
lokasi lapangan. Saya dapati kalimat begini: kalau diwelding school saya bisa
bertindak sebagai pengawas yang agak tegas, sebut saja agak tegas karena
sesekali saya saya cek root dan mengarahkan mereka berulang kali, yakni
mengingatkan mereka agar mereka lolos pada visual dan mendapatkan hasil yang bagus.
Saya beranggapan begitu karena: terkadang kareana mereka terbiasa, acapkali abai
pada hal-hal teknikal dan abai bahwa mereka adalah test.
Dan ketika saya sudah di lapangan, anggota welder itu adalah
anggota yang perlu juga diingatkan untuk menjaga kualitasnya. Saya bukan lawan,
tapi team. Saya bukan orang yang manakutkan dan suka mencoret hasil mereka,
melainkan menjaga kualitas.
Mungkin pada sisi yang lain saya suka mengajari, disinilah ruang yang tepat untuk mengajari. Karena mengajari tentu saya dilatih harus benar-benar matang untuk memahami, seperti hal-hal yang membuat weldingan seperti itu, dan mengetahui profil weldingan serta tipuan mereka pada root dan gaya mereka berusaha menipu-tipu secara visual, saya perlu mempelajari lebih jauh. ternyata, itu sangat berhubungan dengan soal cswip 3.1; dan setelah sekilas saya membaca soal itu, saya menyadari benar bahwa saya perlu lebih dalam lagi dan giat untuk berlatih soal-soal yang lain. saya mulai membaca test makro, agak hafal ternyata, defect-defectnya pun terlatih secara otomatis di dalam minsed saya. saya jadi mengerti jelas, apa yang welder lakukan sehingga terjadi seperti itu; dan ternyata arc strike itu sangat berbahaya bila ada di material. ini perlu diperlanjut.
Bila beranggapan welder test adalah hal yang biasa, saya rasa keliru, sebab disinilah bertemu dengan class atau client langsung; di sini pula gerbang sebelum mereka bekerja. di sini adalah ruang untuk menguji skill mereka sebelum bekerja.
Komentar
Posting Komentar